Selasa, 18 Agustus 2009

Kasus Lotus antara Prancis VS Turki (1927) dan hubungannya dengan Jurisdiksi Negara dalam hukum Internasional

Fakta Hukum

Pada tahun 1926 di laut lepas, sekitar luar wilayah perairan turki terjadi tabrakan kapal uap antara kapal uap Turki ‘Bozkourt’ dan kapal uap Prancis ‘Lotus’. Dalam kecelakaan itu menimbulkan 8 orang korban dari pihak Turki. Ketika kapal uap Lotus bersandar di pelabuhan turki, kapten kapal Lotus yang bernama M. Demons ditangkap oleh pemerintah Turki sekaligus dimintai keterangan. M. Demons ditahan dan diadili oleh Turki dengan alasan telah melakukan tindakan kejahatan pidana pembunuhan yang menimbulkan korban.

Pemerintah Prancis keberatan atas penahanan yang dilakukan Turki, karena dianggap tindakan itu tidak sejalan dengan Hukum Internasionl, dan pihak Turki tidak memiliki Jurisdiksi untuk mengadili perkara itu, dan berpandangan bahwa negara benderalah yang memiliki Jurisdiksi eksklusif atas kapal di laut lepas (floating island theory). sehingga permasalahan ini diajukan ke Mahkamah Internasional Permanen.



Permasalahan Hukum

Ada beberapa masalah yang timbul dalam kasus ini :
Apakah ada ketentuan-ketentuan Hukum Internasional yang melarang turki melaksanakan Jurisdiksinya? (yakni mengadili orang asing ‘M.Demons’ di negaranya).
Apakah tindakan yang dilakukan Turki sesuai dengan perjanjian Lausanne, dan teori floating island?


Putusan

Mahkamah Internasional Permanent atau Permanent Court of International justice (PCIJ) menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Turki adalah benar sesuai dengan Jurisdiksi negaranya. Dan tidak ada larangan dalam hukum kebiasaan internasional bagi suatu negara untuk menjalankan yurisdiksinya atas suatu tindakan pidana yang terjadi diluar negeri, dan merugikan negara tersebut.



Analisa

Dilihat dari Putusan Mahkamah Internasional Permanent, bahwa walaupun negara tidak dapat melaksanakan kekuasaannya di luar wilayahnya dalam hal tidak adanya ketentuan hukum internasional, namun tidak berarti hukum internasional melarang suatu negara melaksanakan jurisdiksinya sehubungan dengan kasus yang terjadi di luar negeri.

Mengenai negara bendera memiliki jurisdiksi eksklusif atas kapal laut lepas, dalam putusan Mahkamah, hukum internasional tidak mengatur ketentuan tersebut. Dan karena kapal turki mengalami kerusakan maka sama saja telah terjadi kerusakan di wilayah turki. Maka hal ini memungkinkan turki memberlakukan jurisdiksinya berdasarkan prinsip territorial objektif, yaitu Jurisdiksi dimana tindakan tersebut diselesaikan, (karena tindakan itu terjadi pada kapal turki, maka sama saja terjadi di wilayah turki), dengan jurisdiksi territorial objektif ini, maka turki berhak menjalankan jurisdiksinya.

Selain itu tindakan penangkaman kapten M. Demons yang dilakukan Turki adalah perwujudan dari asas perlindungan, guna pembelaan atas 8 korban awak kapal turki. Dan asas Nasionalitas Pasif, bahwa suatu negara memiliki jurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar negeri.

Kasus Taxaco VS Libya dan kaitannya dengan pertanggungjawaban negara dalam Hukum Internasional.

Fakta Hukum

Dalam kasus ini melibatkan dua pihak yaitu antara perusahaan minyak Amerika Texaco Overseas Petroleum Co. and California Asiatic Oil Co. dengan negara libya. Perusahaan tersebut mengadakan perjanjian kontrak kerjasama dengan Libya dalam bidang pengeksploitasian minyak yang dilakukan oleh perusahaan Texaco di negara Libya. Dalam kontrak itu salah satunya terdapat “Stabilisation Clause” yaitu klausa yang pada intinya tidak melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan yang berkontrak. Libya tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap Texaco. Namun pada tahun 1973-1974 Libya melanggar kontrak dengan menasionalisasikan seluruh property, hak, asset, dan keuntungan perusahaan Amerika.

Sesuai kontrak yang telah dibuat, apabila terjadi sengketa antara dua pihak, maka sengketa itu akan diajukan melalui jalur Arbitrasi, Dalam hal ini Profesor Dupuy, seorang pengacara internasional Perancis, telah ditunjuk sebagai arbitrator. Texaco yang merasa dirugikan atas.

nasionalisasi perusahaan tersebut meminta pertanggungjawaban kepada Libya dengan cara restitusi (pengembalian keadaan seperti semula) dan kompensasi (ganti rugi materiil) secara penuh.



Masalah Hukum

Yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah :

Apakah tindakan Libya dalam menasionalisasikan perusahaan Texaco sah sesuai dengan ketentuan Hukum Internasional?



Putusan


Dalam kasus ini, arbitrase memutuskan bahwa yang dilakukan Libya tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, arbitrase mengharuskan Libya bertanggungjawab dengan membayar gantirugi.



Analisa

Jadi ada dua hal yang berkaitan dalam kasus ini, yaitu mengenai :

Pelanggaran kontrak, dan;
nasionalisasi yang dilakukan Libya.


Kontrak yang dibuat antara Libya dengan Texaco memuat “Stabilisation Clause” yang berdampak dilarangnya para pihak melakukan tindakan nasionalisasi terhadap perusahaan yang bersangkutan.

Mengenai tindakan nasionalisasi (ekspropriasi), memang merupakan suatu pelnggaran hukum, namun dapat pula sah apabila memenuhi salah satu syarat di bawah ini :

Tidak dilaksanakannya Hak-hak pemilikan perusahaan oleh Negara pemilik perusahaan.
Unsur kepentingan umum.
Ganti rugi yang pantas.


Dalam hal ini, unsure ke-1 bukanlah keadaan yang terjadi pada Libya karena perusahaan itu diduduki secara aktif oleh Texaco sendiri. Unsur ke-2, hingga sekarang belum ada kesepakatan sebatas apa standarisasi untuk kepentingan umum itu. Maka, unsure ke-3 yaitu ganti rugi, merupakan syarat yang dilakukan Libya apabila ingin melakukan eksproriasi. Dengan kata lain jika ingin melakukan nasionalisasi harus membayar kompensasi/ganti rugi berdasarkan Market Value.

Jadi, tindakan nasionalisasi yang dilakukan oleh Libya tidak sah karena tidak disertai dengan ganti rugi yang sah dan melanggar “Stabilisasi Clause” dalam kontrak.

Selasa, 04 Agustus 2009

Ilmu hukum dianggap tertinggal di banding ilmu-ilmu lain.

Ilmu-ilmu alam atau ilmu sains dianggap dan dipandang sebagai ilmu yang dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan sesuai dengan ekadaan-keadaan empiric yang ada dalam kehidupan masyarakat. Lalu bagaimana dengan disiplin ilmu lain? Terutama yang kita bicarakan disini yaitu ilmu hukum.
Ditengah-tengah kemajuan ilmu alam tersebut, Hans Kelsen merasa ilmu hukum telah tertinggal dari kemajuan yang ada pada ilmu alam, sehingga ia menegelurkan teorinya yaitu Stuenbau des Recht dan teori hukum murni di mana menyebabkan hukum hanya boleh berurusan dengan undang-undang. Aspek-aspek seperti filsafat, ideology, sosial, moral dan psikologi disingkirkan dari teori-teori hukum. Tujuan Hans Kelsen mengadakan teori tersebut agar ilmu hukum mendapatkan posisi yang sejajar dengan ilmu alam lainnya. Karena ia menganggap jika hukum dihadapkan dengan fakta-fakta empiric pastinya isi dari hukum itu ketinggalan, sehingga sejak itu hukum hanya ingin berhadapan dengan Undang-Undang saja atu hal lain yang masih dalam lingkungan intern hukum itu sendiri.
Hal tersebut menyebabkan ilmu hukum menjadi tertutup dan terisolasi, sehingga dikucilkan ditengah-tengah ranah kemajuan dan perubahan sosial.
Sesuai dengan sejarah yang ada yaitu pada saat terjadinya revolusi Industri, ilmu pengetahuan dan disiplin sains mengalami perubahan karena hal tersebut. Dan tentunya hukum tidak boleh buta dengan perubahan sejarah tersebut dan tidak boleh steril dengan nilai-niali sosiologis di dalamnya. Karena adanya revolusi tersebut maka runhlah faham klasik dalam ilmu hukum yang berubah menjadi paham yang serba kolektiv, berarti disini mau tidak mau ilmu hukum berhubungan dengan sosiologis juga. Perubahan selanjutnya setelah industrialisasi-modernisasi menjadi pasca-modernisme.
Untuk menghadapi keadaan perubahan masyarakat tersebut, maka ilmu pengetahuan harus merubah cara pandangnya yaitu dengan perubahan paradigma. Tokohnya yaitu Fritjop Capra yang menyentuh paradigma dalam sains yang perlu berubah
Thomas Kuhn berkata bahwa sains berada dalam garis normal, dan keadaan normal tersebut tercapai karena ada kesepakatan antara para pembelajaruntuk menerima dan berdiri di atas platform yang sama dan menghindari perdebatan mengenai mengenai metida yang dipakai. disini terlihat sekali bahwa ilmu sains benar-benar terbuka dengan pembaharuan dan melek dengan hal-hal empiric, sehingga dalam prosesnya pun jauh dengan sesuatu yang kontradictif secara intern.erubahan paradigma tersebut hanya terjadi pada fisika, kimia, bilogi, dan psikologi. Dimana tokoh-tokoh dari masing-masing disiplin ilmu tersebut berbondong-bondong menuliskan atau menggambarkan suatu era pemikiran yang berubah tersebut. Seperti Johnjo McFadden menulis tentang revolusi dalam teori tentang biologi kuantum. Lalu Ilya Prigogine dalam tulisanya “Order Out of Chaos” yang mengatakan bahwa benturan antara doktrin dalam sains bukanlah suatu malapetaka, melainkan membuka cakrawala kea rah pemahaman yang lebih baik.
Lalu setelah pembahasan di atas, dimana peranan ilmu hukum terhadap perubahan dunia? Ilmu sains sudah mengikuti perubahan dengan tulisan-tulisan dan paradigma mereka yang baru. Dan ilmu hukum karena tidak mau dibilang ketinggalan jadi hanya ingin membicarakan hal-hal internnya saja seperi undang-undang, justru disini jadi sangat terlihat bahwa hukum menjadi tertutup sehingga ketinggalan.
Namun terlepas dari teorinya Hans Kelsen, ternyata ada tokoh yang menyatakan bahwa hukum itu tidak diam. Ketika para ilmuwan fisika dan kimia mambicarakan konsep “chaos and order”, sebenarnya pengaruh tersebut juga masuk ke dalam ilmu hukum. Tokohnya yaitu Charle Stampford menyatakan bahwa hukum itu sarat dengan atau bahkan identik dengan keteraturan (order). Kemudian Denis J.Bron lebih rinci membicarakan teori kekacauan (chaos) dalam hukum dengan mengambil contoh penyelesaian kasus dalam Tort Law.
Ilmu pengetahuan lama yang memecah-pecah, menggolong-golongkan, realitas sehingga menjadi terkotak-kotak itu terdapat pada penerapan teori Hans Kelsen. Menurut Edward O. Wilson Ilmu sains awalnya seperti itu, sekarang sudah berubah menjadi pandangan yang lebih holistic. Tadinya sains juga terklasifikasi, namun karena adanya pandangan evolusioner McFadden mengguncang klasifikasi dalam sains klasik menjadi sesuatu yang cair dan mengalir. Willson juga mengkritik terhadap pemetaan sains, bahwa adanya pemisahan kesatuan ilmu pengetahuan.
Malapetaka kemanusiaan, seperti konflik etnis, peningkatan persenjataan, kelebihan penduduk, aborsi, lingkungan, kemiskinan endemic, tidak dapat diselesaikan tanpa menyatukan pengetahuan yang ditimba dari ilmu-ilmu alam dengan ilmu sosial dan kemanusiaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa tidak hanya satu atau dua ilmu pengetahuan saja yang perlu mengikuti perkembangan, tapi semua pengetahuan baik sains atau sosial. Ini merupakan jawaban dari pertanyaan makalah yang sedang kita bahas yaitu halaman satu paragraph pertama.
Ilmu pengetahuan harus bersatu, dimana ilmu alam yang terlalu memekarkan dirinya akan bisa lebih mudah dan baru jika disbanding dengan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan, sedangkan ilmu sosial harus berakar pada fisika, kimia, biologi. Itu merupakan cara kita mendapat gambaran yang utuh dan lengkap mengenai dunia kita. Sekarang waktunya untuk menempatkan ilmu hukum di tengah-tengah sekalian perkembangan dan perubahan sebagaimana diuraikan di atas.
Sebagai contoh kegagalan hukum Amerika Serikat untuk menyelesaikan problem-problem sosial baru yang muncul pada tahun 60-an , menurut mereka disebabkan selama ini hukum hanya sibuk melihat kedalam dan tidak mencoba untuk memperoleh pencerahan dari ilmu-ilmu sosial. Hal ini disebabkan pengaruh dari teori hukum murni. Pemikiran progresif dari Erasmus Universiteit, Rotterdam, Belanda menyatakan bahwa jurist yang hanya berbekal ilmu hukum tidak akan sukses dalam praktek. Karena dalam praktek, penegakan hukum bukan hanya penerapan pasal-pasal terhadap fakta.
Pemikiran progresif tersebut menggugat pengkotak-kotakkan ilmu hukum itu sendiri. Seperti pemisahan antara ilmu normative dan empiris yang hanya akan memiskinkan kedua ranah ilmu pengetahuan. Dan pemisahan antara hukum privat dan hukum public, yang bisa dikatakan tidak sesuai karena ranah kehidupan manusia sudah semakin kompleks, sehingga penggolongan itu menghambat peran hukum dalam meyelesaikan problem dalam masyarakat.
UNDIP dan UNAIR sudah melanjutkan pemikiran-pemikiran proresif tersebut, sekarang marilah kita sebagai mahasiswa UNPAD juga mengadakan kajian terhadap pemikiran tersebut.
Selain itu, hukum juga harus memikirkan pluralisme dan tentunya butuh ilmu sosiologi) dimana ilmu hukum sekarang lebih dikuasai oleh pemikiran-pemikiran barat, padahal hukum di Indonesia tidak dapat diterapkan dengan menggunakan kacamata barat.
Sekarang marilah kita membuat ilmu hukum tidak ingin berhenti hanya pada membicarakan “hukum” melainkan juga dalamkaitan yang erat dengan “masyarakatnya”.

KESIMPULAN
Teori Hans Kelsen yang dibuat bertujuan agar tidak tertinggal dengan ilmu lain justru malah menjadikan ilmu hukum menjadi tertinggal dan tertutup. Jadi teori tersebut hanya strategi memanipulasi kenyataan ilmu hukum yang ketinggalan jika melihat aspek empiris, sehingga dicetuskanlah teori hukum murni yang menyuruh ilmu hukum hanya boleh membahas dalam hal undang-undang saja. Hal ini juga menyebabkan ilmu hukum hanya berani becuap-cuap dalam lingkungan internnya saja, padahal para jurist tidak akan bisa sukses jika hanya berbekal ilmu hukum saja. Karena perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat menuntuhseluruh aspek baik ilmu kealaman, maupun sosial.
Selain itu, dituntut juga keaktifan para ilmuwan hukum dalam mengembangkan teorinya. Seperti para ilmuwan dari ilmu kealaman yang berbondong-bondong membuat tulisan mengenai revolusi dan perubahan paradigma.
Lalu ada pemikiran progresif yang berusaha menekankan ego masing-masing ilmu agar ingin bersatu dalam menkaji dan menghadapi perubahan dunia.
Sekarang saatnya untuk berubah. Ilmu hkum harus melek akan keadaan sosial, karena justru hukum dibuat demi adanya kenyamanan sosial. Kalau hanya memikirkan hal intern sendiri, maka tujuan sosial tersebut bias dianggap tidak ada.

PERANAN HAKIM DALAM MENERAPKAN ATAU MENENTUKAN HUKUM

Hakim merupakan pejabat peradilan tentunya berkewajiban dalam melaksanakan tugas yang dilimpahkan oleh pengadilan. Sementara dalam peraturan kekuasaan kehakiman pada pasal 14 ayat 1 “Pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang dilimpahkan pada pengadilan dengan alas an hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.”
Jika terjadi hal seperti itu, yaitu tidak adanya atau kurang jelasnya hukum dalam suatu perkara, maka hakim yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara tersebut, harus dapat menyelesaikan kejadian-kejadian pada masyarakat.
Cara yang dilakukan oleh hakim yaitu mencari hukum mana yang cocok untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan kata lain, hakim harus menemukan hukum agar perkara yang ditangani dapat diadili. Kata menemukan ini lebih tepat disebut sebagai pembentukan hukum, karena dalam hal ini, hakim membentuk hukum baru yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Tidak hanya mencari hukum dari hukum yang sebenarnya sudah ada. Dapat pula dikatakan hakim mengisi kekosongan hukum.
Menurut Van Apeldoorn peranan hakim terdiri dari 2, yaitu :
a. Menyesuaikan Undang-Undang dengan fakta-fakta konkrit atau kejadian-kejadian konkrit pada masyarakat.
b. Menambah undang-undang apabila perlu.

Hakim juga sebagai pelaksanakan hukum sekaligus penegak hukum. Oleh karena itu harus mampu menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai peristiwa hukumnya yang konkrit terjadi. Jadi, hakim merupakan unsure penting tidak saja menemukan hukum tetapi juga mngembangkan hukum.

Dalam membentuk hukum, hakim tidak boleh membentuk hukum tersebut secara sewenang-wenang. Hakim harus menggunakan logika dengan benar agar keputusan yang ia keluarkan merupakan keputusan yang logis.

Dari sini dapat dikatakan bahwa peranan hakim :
- Tugas hakim menerapkan hukum, menemukan atau membentuk hukum.
- Hakim merupakan unsure pentinh yang tidak saja menemukan hukum tetapi juga mengembangkan hukum.
- Pengadilan mempunyai kedudukan penting, karena ia melengkapi hukum tertulis melalui pembentukan hukum dan penemuan hukum. Jadi hakim berfungsi membuat hukum baru.
- Yang dilakukan hakim dalam membuat hukum baru yaitu dengan cara :
1. Interpretasi
2. Konstruksi hukum
3. Penghalusan hukum

Interpretasi

1. Intepretasi Bahasa
2. Interpretasi sejarah
3. Interpretasi sistematis
4. Interpretasi sosiologis
5. Interpretasi teologis
6. Interpretasi otentik

Konstruksi hukum
1. Analogi
2. Argentum a Contrario
Penghalusan Hukum
Yaitu metode yang menyempitkan berlakunya ketentuan hukum agar tidak terjadi kerugian yang lebih besar.


Keleluasan Hakim
- Hakim boleh menafsirkan sendiri apabila Undang-Undang memberikan keleluasaan dengan memperhatikan perkembangan masyarakat
- Misal : Kepentingan umum, ongkos-ongkos rumah tangga yang wajar. Kesusilaan, dsb.
- Maka pasal itu disebut pasal karet.

QUASI RECHTSPRAAK

Sengketa yang terjadi dalam hubungannya administrasi negara kerap terjadi. Sengketa yang dimaksudkan disini adalah terjadinya ketidaksetujuan masyarakat terhadap tindakan/perbuatan pejabat dalam melakukan tugas kewajibannya menjalankan roda pemerintahan.
Pada dasarnya muatan dari tuntutan masyarakat dalam sengketa tersebut adalah tidak berjalannya keputusan yang dipersengketakan dibandingkan dengan tuntutan-tuntutan yang bersifat material.
Perlu adanya perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap tindakan pemerintah yang dianggap melawan hukum yakni penyalahgunaan wewenang. Pada umumnya masyarakat enggan untuk mengajukan keatasan atau ke pengadilan, sehingga timbul berbagai situasi yang tidak menyenangkan, dipandang dari segi negara hukum yang adil dan tertib .
Oleh karena itu untuk perlindungan hukum terhadap perbuatan pemerintah melawan hukum dapat diupayakan melalui beberapa jalur. Dan salah satunya yaitu jalur peradilan semu (Quasi Rechtspraak)..
Badan Pengadilan Administratif Semu (Quasi Rechtspraak) adalah suatu badan peradilan yang menangani perkara-perkara terlepas dari pengadilan biasa, dimana pejabat-pejabat administrasi negara memegang peranan dan para anggota badan tersebut mempunyai status sebagai hakim. Badan peradilan tersebut bekerja dengan hukum acara tertentu seperti pada pengadilan biasa, akan tetapi putusan-putusan tidak mempunyai status seperti pengadilan penuh. Jalur ini merupakan jalur penyelesaian sengketa tanpa melalui proses pengadilan. Contoh-contohnya adalah P4P, P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat Daerah) dan Mahkamah Pelayaran Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat bertugas menyelesaikan segala macam perselisihan perburuhan, baik yang berupa perselisihan hak maupun yang mengenai perselisihan kepentingan. Panitia ini dimaksud untuk melindungi warga masyarakat yang menjadi buruh (di Indonesia Pegawai atau pekerja, yang tidak berstatus sebagai pegawai negeri dalam arti sempit dan luas) pada perusahaan-perusahaan atau pada keluarga dan badan-badan swasta lain yang berselisih hak dan kepentingan dengan majikannya. Pada umumnya para buruh tersebut bergabung dalam suatu organisasi buruh agar supaya ada organisasi yang dapat mempekerjakan ahli-ahli yang mampu dan sanggup menyelesaikan perselisihan perburuhan .
Dari sini bisa dikatakan memberika ruangan pada eksekutif untuk bertindak sebagai legislative maupun yudikatif (puovoir reglementer). Peradilan Administrasi semu ini dapat dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan/berdasarkan fungsi pengawasan yang berjalan dalam kekuasaan eksekutif itu sendiri.

Pemeriksaan Pendahuluan (Hukum Acara Pidana)

• Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari :
1. Penyelidikan : Adalah proses untuk menemukan suatu peristiwa, apakah merupakan tindak pidana dan apakah bisa ditingkatkan ke proses penyidikan.
2. Penydikan : Adalah serangkaian proses dalam mengumpulkan bukti guna menemukan tersangkanya.
• Penyidikan ada 2 tujuan :
1. Mencari dan menemukan barang bukti.
2. Menemukan siapa tersangkanya.
• 1. Mencari dan menemukan alat bukti
Perbedaan alat bukti dan barang bukti.
Barang bukti adalah suatu barang yang memenuhi kualifikasi tertentu.
1. Sebagai alat : kL pembunuhan, seperti senjata.
2. Sasaran kejahatan : Mobil (pencurian).
3. Yang tercipta : Uang Palsu
4. Barang Petunjuk : Percikan darah, sidik jari, helai rambut.
Jadi, tidak semua barang yang bisa dijadikan bukti, tapi barang yang memenuhi 4 kualifikasi diatas.
Alat bukti adalah : Adalah sesuatu yang digunakan untuk membuktikan suatu peristiwa tindak pidana. Dan alat bukti ini terdiri dari Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.(Pasal 184 KUHAP)
• kL sudah dapat alat-alat itu,ada yang namanya melakukan pengawetan barang dengan cara:
• pembungkusan
• Penyegelan
• Penyitaan.
• Pengawetan tergantung barangnya apa
Contoh : kL mayat pengawetannya berupa visum.
• Ada kasus, barang bukti (narkotika/psikotropika) dijual lagi oleh jaksanya Ester Daranita. Ada juga yang menjual lagi mobil mewah.
• Ada RUBASAN (Rumah barang Sitaan Negara)
• Kita belum punya aturan yang jelas dalam melakukan penyegelan.
• Kasus pencurian. Terdakwa dipidana. Tapi si pemilik barang ketika mengambil sendiri harus bayar.
• Barang diawetkan agar tidak rusak/tidak hilang.
• Polisi mengetahui tindak pidana dari :
1. Laporan : Dilakukan oleh seluruh masyarakat, tanpa terkecuali.
2. Pengaduan : Dilakukan oleh orang tertentu. Siapa orangnya, tergantung dari kasusnya, kalau pencurian dalam keluarga, maka yang mengadukan adalah keluarga yang bersangkutan. Contoh lainnya yaitu perzinahan.
• Perzinahan unsurnya :
1. Persetubuhan
2. Pihak yang melakukan salah satunya terikat perkawinan
kL sama-sama single tidak berzinah kecuali ada ancaman atau kekerasan.
• Peraturan perundang-undangan tidak ada yang mengatur secara tegas sanksi yang dilakukan kepolisian. Hanya sebatas pada kode etik.
• 2.Menemukan tersangka :
1. Penangkapan
2. Penahanan.
• Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 20 KUHAP)
• Yang bisa melakukan penangkapan itu penyidik dan penyelidik. Pada dasarnya dalam hal tertangkap tangan siapa saja bisa saja melakukan penangkapan.
• Penangkapan sayaratnya : Dugaan keras adanya bukti permulaan yang cukup.
• Bukti permulaan yang cukup :sekuang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.
• Penangkapan dilakukan oleh :-Penyelidik atas perintah penyidik-untuk keperluan penyelidikan
-Penyidik Untuk keperluan penyidikan
-Penyidik pembantu
• Harus terdapat surat tugas atau surat perintah penangkapan kecuali dalam hal tertangkap tangan.
• Surat tugas atau surat penangkapan berisi identitas tersangka, alasan penangkapan, bentuk kejahatan yang dilakukan dan tempat ia diperiksa.
• Dalam KUHAP yang boleh melakukan penangkapan –petugas penyidik.
• Tertangkap tangan : Kedapatan melakukan kejahatan kedapatan barang bukti, mengetahui sendiri.
• Terhadap barang bukti, jika barang bukti kuat –bisa dilakukan tindakan penahanan.
• Jika Tidak terdapat bukti-bukti yang kuat –harus segera dibebaskan.

• UUITE dalam hal penangkapan, yang mengeluarkan surat perintah penangkapan adalah ketua pengadilan setempat.
• Kasus Prita VS Omni –Ps 310 & 311 KUHAP
• Prita seharusnya tidak ditahan oleh JPU ditingkat penyidikan karena ancamannya 9 bulan.
• Lamanya penangkapan -1x 24 Jam kecuali terorisme -7x24 Jam.

• Penahanan yaitu : Penempatan tersangka/terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik/penuntut umum/hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
• Prosedur penahanan:
• Yang boleh melakukan penahanan :
-Penyidik
-Penyidik Pembantu atas perintah penyidik.
• Syarat Penahanan :
Subjektif – dilihat dari diri tersangka
o Takut melarikan diri
o Takut menghilangkan barang bukti
o Takut mengulangi perbuatan yang sama.

Objektif – Dilihat dari perbuatannya.
o Bila perbuatannya diancam 5 tahun/lebih
o Yang Terdapat dalam pasal 21 ayat 4 sub b KUHAP.
o Harus ada surat perintah penahanan & tembusannaya harus diterima oleh keluarga tersangka.
• Dapat ditahan :
Rumah tahanan –dikurangi seluruhnya
Rumah –dikurangi 1/3 dari masa penahanan.
Kota –dikurangi 1/5 dari masa penahanan.
• Beda LP & Rutan
-LP sudah inkraht.
-Rutan masih dalam proses.
• Surat penahanan dibuat tergantung dimana ia ditahan. Yang penting laporan ditahan dimana pun
• Yang diperiksa dalam proses penyidikan :
o Tersangka
o Saksi
o Saksi Ahli
• Bila seseorang diancam hukuman 5 tahun, 15 tahun atau hukuman mati & tdk sanggup membayar PH, maka wajib ditunjuk PH secara Cuma-Cuma – imperative (ps 56 Jo 164 KUHAP)
• Namun jika bukan, ia diberi tahu haknya dan mendapat bantuan hukum114 jo 54,55 KUHAP.
• Tujuannya agar pemeriksaan tidak subjektif dan diperhatikan hak-hak asasi tersangka tersebut (diluar 5 tahun, 15 tahun atau hukuman mati).
• Beda PH dalam:
Penyidikan : hanya mendampingi (melihat &mendengar) setidaknya untuk melindungi tersangka apakah proses pemeriksaanya tersebut benar apa tidak.
Persidangan : Untuk membela –berperan aktif untuk meringankan terdakwa .
• Bila tidak didampingi PH, maka dapat kasasi.
• Ditingkat penyidikan –saksi &saksi ahli disumpah, tersangka tidak.

Penyitaan
• Penyitaan : Serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak / tidak bergerak, berwujud/ tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian, penuntutan dan peradilan.
• Pelelangan : Dibuat Berita Acara Persidangan.

Penggeledahan
• Penggeldahan ada 2 yaitu :
1. Penggeledahan Badan
2. Penggeledahan rumah.
• Penggeledahan rumah yaitu : Tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/ penyitaan dan/ penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU.
• Penggeledahan badan yaitu : Tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta untuk disita.
• Kapan Penyidikan dilakukan?
- Ketika penyidik sudah melakukan salah satu wewenangnya (yang ditentukan dalam pasal 7 KUHAP)
• Ketika penyidik sudah memulai proses penyidikan, maka penyidik harus segera memberitahu kepada PU tentang dimulainya penyidikan, dengan SPDP(Surat Pemberitahuab Dimulainya Penyidikan).Pasal 109 KUHAP.
• Tidak ada sanksi yang mengatur apabila penyidik tidak memberitahu PU.
• Penyidikan dihentikan apabila :
1. Tidak cukup alat bukti (minimal 2 alat bukti).
2. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.
• Penghentian penyidikan juga harus diberitahukan ke PU & tersangka.

Delik Aduan

Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan. Delik aduan sifatnya pribadi/privat, yang memiliki syarat yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Selain itu, yang dimaksid dengan delik aduan/klach delict merupakan pembatasan inisiatif jaksa untuk melakukan penuntutan. Ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini tergantung persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh undang-undang. Delik ini membicarakan mengenai kepentingan korban.

Dalam ilmu hukum pidana delik aduan ini ada dua macam, yaitu :
1. Delik Aduan absolute (absolute klacht delict)
2. Delik aduan relative (relatieve klacht delict)

1. Delik Aduan absolute (absolute klacht delict)

Merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Dan yang diadukan sifatnya hanyalah perbuatannya saja atau kejahatannya saja. Dalam hal ini bahwa perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu dianggap satu kesatuan yang tetap bermuara pada kejahatan yang dilakukan. Oleh karena itu delik aduan absolute ini mempunyai akibat hukum dalam masalah penuntutan tidak boleh dipisah-pisahkan/onsplitbaar.
Contoh : A dan B adalah suami istri. B berzinah dengan C dan D. Dan A hanya mengadukan B telah melakukan perbuatan perzinahan. Namun, karena tidak dapat dipisahkan/onsplitbaar maka tidak hanya B saja yang dianggap sebagai pelaku, tetapi setiap orang yang terlibat suatu perbuatan atau kejahatan yang bersangkutan yaitu C dan D secara otomatis (sesuai hasil penyelidikan) harus diadukan pula oleh A. Setidaknya delik perzinahan tidak dapat diajukan hanya terhadap dader/mededader saja, melainkan harus keduanya dan pihak lain yang terlibat.
Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan Absolut, sebagai berikut :
 Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan.
 Pasal 287 KUHP, bersetubuh di luar perkawinan dengan seorang wanita berumur di bawah lima belas tahun atau belum waktunya untuk kawin.
 Pasal 293-294 KUHP, tentang perbuatan cabul.
 Pasal 310-319 KUHP (kecuali pasal 316), tentang penghinaan.
 Pasal 320-321 KUHP, penghinaan terhadap orang yang telah meninggal dunia.
 Pasal 322-323 KUHP, perbuatan membuka rahasia.
 Pasal 332 KUHP, melarikan wanita.
 Pasal 335 ayat (1) butir 2, tentang pengancaman terhadap kebebasan individu.
 Pasal 485 KUHP, tentang delik pers.

2. Delik aduan relative (relatieve klacht delict)
Yakni merupakan suatu delik yang awalnya adalah delik biasa, namun karena ada hubungan istimewa/keluarga yang dekat sekali antara si korban dan si pelaku atau si pembantu kejahatan itu, maka sifatnya berubah menjadi delik aduan atau hanya dapat dituntut jika diadukan oleh pihak korban.
Dalam delik ini, yang diadukan hanya orangnya saja sehingga yang dilakukan penuntutan sebatas orang yang diadukan saja meskipun dalam perkara tersebut terlibat beberapa orang lain. Dan agar orang lain itu dapat dituntut maka harus ada pengaduan kembali. Dari sini, maka delik aduan relative dapat dipisah-pisahkan/splitsbaar.
Contoh : A adalah orang tua. B adalah anaknya. Dan C adalah keponakannya. B dan C bekerjasama untuk mencuri uang di lemari A. Dalam perkara ini jika A hanya mengadukan C saja maka hanya C sajalah yang dituntut, sedangkan B tidak.
Dari kasus di atas bisa dilihat bahwa delik aduan relative ini seolah bisa memilh siapa yang ingin diadukan ke kepolisian. A karena orang tua dari B, maka ia tidak ingin anaknya yaitu B terkena hukuman pidana, dia hanya memilih C untuk diadukan, bisa karena dengan pertimbangan C bukanlah anaknya. Namun jka kita bandingkan dengan contoh kasus pada delik aduan absolute, dalam kasus perzinahan itu, walau si A hanya kesal dengan salah satu pelaku perzinahan itu, ia tidak bisa hanya mengadukan orang itu saja, karena bagaimanapun konsekuensinya, pihak lain yang terlibat juga dianggap sebagai pelaku.
Adapun macam-macam delik yang terdapat dalam KUHP yang termasuk dalam Delik Aduan Relatif, sebagai berikut :
 Pasal 367 ayat (2) KUHP, tentang pencurian dalam keluarga.
 Pasal 370 KUHP, tentang pemerasan dan pengancaman dalam keluarga.
 Pasal 376 KUHP, tentang penggelapan dalam keluarga
 Pasal 394 KUHP, tentang penipuan dalam keluarga.
 Pasal 411 KUHP, tentang perusakan barang dalam keluarga.

C. Ketentuan Dalam KUHP
Dalam KUHPidana, mengenai delik aduan ini diatur dalam pasal 72-75 KUHP. Dan hal-hal yang diatur dalam KUHP ini adalah, sebaga berikut :
1. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan terhadap pihak yang dirugikan/korban yang masih berumur di bawah enam belas tahun dan belum dewasa.
2. Mengenai siapa yang berhak melakukan pengaduan, apabila pihak yang dirugikan/korban telah meninggal.
3. Penentuan waktu dalam mengajukan delik aduan.
4. Bisa atau tidaknya pengaduan ditarik kembali.