Selasa, 04 Agustus 2009

Ilmu hukum dianggap tertinggal di banding ilmu-ilmu lain.

Ilmu-ilmu alam atau ilmu sains dianggap dan dipandang sebagai ilmu yang dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan sesuai dengan ekadaan-keadaan empiric yang ada dalam kehidupan masyarakat. Lalu bagaimana dengan disiplin ilmu lain? Terutama yang kita bicarakan disini yaitu ilmu hukum.
Ditengah-tengah kemajuan ilmu alam tersebut, Hans Kelsen merasa ilmu hukum telah tertinggal dari kemajuan yang ada pada ilmu alam, sehingga ia menegelurkan teorinya yaitu Stuenbau des Recht dan teori hukum murni di mana menyebabkan hukum hanya boleh berurusan dengan undang-undang. Aspek-aspek seperti filsafat, ideology, sosial, moral dan psikologi disingkirkan dari teori-teori hukum. Tujuan Hans Kelsen mengadakan teori tersebut agar ilmu hukum mendapatkan posisi yang sejajar dengan ilmu alam lainnya. Karena ia menganggap jika hukum dihadapkan dengan fakta-fakta empiric pastinya isi dari hukum itu ketinggalan, sehingga sejak itu hukum hanya ingin berhadapan dengan Undang-Undang saja atu hal lain yang masih dalam lingkungan intern hukum itu sendiri.
Hal tersebut menyebabkan ilmu hukum menjadi tertutup dan terisolasi, sehingga dikucilkan ditengah-tengah ranah kemajuan dan perubahan sosial.
Sesuai dengan sejarah yang ada yaitu pada saat terjadinya revolusi Industri, ilmu pengetahuan dan disiplin sains mengalami perubahan karena hal tersebut. Dan tentunya hukum tidak boleh buta dengan perubahan sejarah tersebut dan tidak boleh steril dengan nilai-niali sosiologis di dalamnya. Karena adanya revolusi tersebut maka runhlah faham klasik dalam ilmu hukum yang berubah menjadi paham yang serba kolektiv, berarti disini mau tidak mau ilmu hukum berhubungan dengan sosiologis juga. Perubahan selanjutnya setelah industrialisasi-modernisasi menjadi pasca-modernisme.
Untuk menghadapi keadaan perubahan masyarakat tersebut, maka ilmu pengetahuan harus merubah cara pandangnya yaitu dengan perubahan paradigma. Tokohnya yaitu Fritjop Capra yang menyentuh paradigma dalam sains yang perlu berubah
Thomas Kuhn berkata bahwa sains berada dalam garis normal, dan keadaan normal tersebut tercapai karena ada kesepakatan antara para pembelajaruntuk menerima dan berdiri di atas platform yang sama dan menghindari perdebatan mengenai mengenai metida yang dipakai. disini terlihat sekali bahwa ilmu sains benar-benar terbuka dengan pembaharuan dan melek dengan hal-hal empiric, sehingga dalam prosesnya pun jauh dengan sesuatu yang kontradictif secara intern.erubahan paradigma tersebut hanya terjadi pada fisika, kimia, bilogi, dan psikologi. Dimana tokoh-tokoh dari masing-masing disiplin ilmu tersebut berbondong-bondong menuliskan atau menggambarkan suatu era pemikiran yang berubah tersebut. Seperti Johnjo McFadden menulis tentang revolusi dalam teori tentang biologi kuantum. Lalu Ilya Prigogine dalam tulisanya “Order Out of Chaos” yang mengatakan bahwa benturan antara doktrin dalam sains bukanlah suatu malapetaka, melainkan membuka cakrawala kea rah pemahaman yang lebih baik.
Lalu setelah pembahasan di atas, dimana peranan ilmu hukum terhadap perubahan dunia? Ilmu sains sudah mengikuti perubahan dengan tulisan-tulisan dan paradigma mereka yang baru. Dan ilmu hukum karena tidak mau dibilang ketinggalan jadi hanya ingin membicarakan hal-hal internnya saja seperi undang-undang, justru disini jadi sangat terlihat bahwa hukum menjadi tertutup sehingga ketinggalan.
Namun terlepas dari teorinya Hans Kelsen, ternyata ada tokoh yang menyatakan bahwa hukum itu tidak diam. Ketika para ilmuwan fisika dan kimia mambicarakan konsep “chaos and order”, sebenarnya pengaruh tersebut juga masuk ke dalam ilmu hukum. Tokohnya yaitu Charle Stampford menyatakan bahwa hukum itu sarat dengan atau bahkan identik dengan keteraturan (order). Kemudian Denis J.Bron lebih rinci membicarakan teori kekacauan (chaos) dalam hukum dengan mengambil contoh penyelesaian kasus dalam Tort Law.
Ilmu pengetahuan lama yang memecah-pecah, menggolong-golongkan, realitas sehingga menjadi terkotak-kotak itu terdapat pada penerapan teori Hans Kelsen. Menurut Edward O. Wilson Ilmu sains awalnya seperti itu, sekarang sudah berubah menjadi pandangan yang lebih holistic. Tadinya sains juga terklasifikasi, namun karena adanya pandangan evolusioner McFadden mengguncang klasifikasi dalam sains klasik menjadi sesuatu yang cair dan mengalir. Willson juga mengkritik terhadap pemetaan sains, bahwa adanya pemisahan kesatuan ilmu pengetahuan.
Malapetaka kemanusiaan, seperti konflik etnis, peningkatan persenjataan, kelebihan penduduk, aborsi, lingkungan, kemiskinan endemic, tidak dapat diselesaikan tanpa menyatukan pengetahuan yang ditimba dari ilmu-ilmu alam dengan ilmu sosial dan kemanusiaan. Dari sini dapat dikatakan bahwa tidak hanya satu atau dua ilmu pengetahuan saja yang perlu mengikuti perkembangan, tapi semua pengetahuan baik sains atau sosial. Ini merupakan jawaban dari pertanyaan makalah yang sedang kita bahas yaitu halaman satu paragraph pertama.
Ilmu pengetahuan harus bersatu, dimana ilmu alam yang terlalu memekarkan dirinya akan bisa lebih mudah dan baru jika disbanding dengan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan, sedangkan ilmu sosial harus berakar pada fisika, kimia, biologi. Itu merupakan cara kita mendapat gambaran yang utuh dan lengkap mengenai dunia kita. Sekarang waktunya untuk menempatkan ilmu hukum di tengah-tengah sekalian perkembangan dan perubahan sebagaimana diuraikan di atas.
Sebagai contoh kegagalan hukum Amerika Serikat untuk menyelesaikan problem-problem sosial baru yang muncul pada tahun 60-an , menurut mereka disebabkan selama ini hukum hanya sibuk melihat kedalam dan tidak mencoba untuk memperoleh pencerahan dari ilmu-ilmu sosial. Hal ini disebabkan pengaruh dari teori hukum murni. Pemikiran progresif dari Erasmus Universiteit, Rotterdam, Belanda menyatakan bahwa jurist yang hanya berbekal ilmu hukum tidak akan sukses dalam praktek. Karena dalam praktek, penegakan hukum bukan hanya penerapan pasal-pasal terhadap fakta.
Pemikiran progresif tersebut menggugat pengkotak-kotakkan ilmu hukum itu sendiri. Seperti pemisahan antara ilmu normative dan empiris yang hanya akan memiskinkan kedua ranah ilmu pengetahuan. Dan pemisahan antara hukum privat dan hukum public, yang bisa dikatakan tidak sesuai karena ranah kehidupan manusia sudah semakin kompleks, sehingga penggolongan itu menghambat peran hukum dalam meyelesaikan problem dalam masyarakat.
UNDIP dan UNAIR sudah melanjutkan pemikiran-pemikiran proresif tersebut, sekarang marilah kita sebagai mahasiswa UNPAD juga mengadakan kajian terhadap pemikiran tersebut.
Selain itu, hukum juga harus memikirkan pluralisme dan tentunya butuh ilmu sosiologi) dimana ilmu hukum sekarang lebih dikuasai oleh pemikiran-pemikiran barat, padahal hukum di Indonesia tidak dapat diterapkan dengan menggunakan kacamata barat.
Sekarang marilah kita membuat ilmu hukum tidak ingin berhenti hanya pada membicarakan “hukum” melainkan juga dalamkaitan yang erat dengan “masyarakatnya”.

KESIMPULAN
Teori Hans Kelsen yang dibuat bertujuan agar tidak tertinggal dengan ilmu lain justru malah menjadikan ilmu hukum menjadi tertinggal dan tertutup. Jadi teori tersebut hanya strategi memanipulasi kenyataan ilmu hukum yang ketinggalan jika melihat aspek empiris, sehingga dicetuskanlah teori hukum murni yang menyuruh ilmu hukum hanya boleh membahas dalam hal undang-undang saja. Hal ini juga menyebabkan ilmu hukum hanya berani becuap-cuap dalam lingkungan internnya saja, padahal para jurist tidak akan bisa sukses jika hanya berbekal ilmu hukum saja. Karena perubahan yang terjadi pada kehidupan masyarakat menuntuhseluruh aspek baik ilmu kealaman, maupun sosial.
Selain itu, dituntut juga keaktifan para ilmuwan hukum dalam mengembangkan teorinya. Seperti para ilmuwan dari ilmu kealaman yang berbondong-bondong membuat tulisan mengenai revolusi dan perubahan paradigma.
Lalu ada pemikiran progresif yang berusaha menekankan ego masing-masing ilmu agar ingin bersatu dalam menkaji dan menghadapi perubahan dunia.
Sekarang saatnya untuk berubah. Ilmu hkum harus melek akan keadaan sosial, karena justru hukum dibuat demi adanya kenyamanan sosial. Kalau hanya memikirkan hal intern sendiri, maka tujuan sosial tersebut bias dianggap tidak ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar